Blinking Cute Box Panda -->

Cursor

Cute Unicorn

Rabu, 04 Juli 2018

Piercing Telinga

Dasar labil, di sore cerah ceria ini tiba2 saya pengen nambah tindikan. Iya, ga salah baca qo. Saya ingin menambah tindikan di usia 27 tahun ini. Terlambat gaul? Nggak qo. Iseng ajaaa...

Jadi sebenarnya dulu telinga saya punya 4 tindikan, masing2 ada 2 di setiap telinga. Ga macem2 qo, semuanya di lobe dan upper lobe. Dulu saya ditindik waktu kelas 1 SMA, kira2 12 tahunan yang lalu. Hihihihi... Maklum abege.......
Menjelang bekerja setelah lulus kuliah, ceritanya saya masih lugu gitu. Saya pikir kalau kerja tidak boleh punya lubang tindikan lebih dari 1. Jadi dengan polosnya, saya lepas deh anting2 di upper lobe sehingga cuma menyisakan tindikan di tempat yang "normal".

Ketika sekarang saya iseng2 nusukin anting2 saya ke tindikan di upper lobe, dari depan masuk (horeee) eh belakangnya nyangkut alias mentok donk! Ternyata lubang tindikan saya waktu abege itu sudah mampet. Ya iyalah, lubangnya kan dibiarkan begitu saja selama 5 tahun...
Nah berkat keisengan saya itu jadilah keisengan saya bertambah lagi, yaitu bikin tindikan lagi.. Hehehe


Browsing sana browsing sini, akhirnya saya tertarik untuk membuat lubang tindikan dengan jarum alias piercing. Kenapa dengan jarum? Kenapa ga dengan alat tembakan aja yang cepat dan hampir tanpa rasa sakit? Ini penjelasan singkatnya yah, hasil dari saya cari info kesana sini.

Membuat lubang tindikan itu ada 2 metode, yaitu dengan jarum berongga dan menggunakan piercing gun. Setiap metode itu tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing2.
Kalau mau membuat lubang tindikan dengan cepat, saking cepatnya sampai ga sakit? Bisa pakai piercing gun. Tapi, piercing gun ini membuat kulit kamu lebih trauma karena piercing gun menggunakan anting dengan ujung tumpul yang ditembakan dengan sangat cepat ke kulit (misalkan lobe telinga kamu), dan saking cepatnya sampai merobek kulit dan terbentuklah lubang tindikan tersebut. Sayangnya piercing gun seringkali tidak dibersihkan dengan benar, karena mungkin penggunanya berpikir kalau piercing gunnya tidak bersentuhan langsung dengan kulit. Padahal sebenarnya piercing gun harus tetap dibersihkan dengan benar loh untuk meminimalisir adanya bakteri yang menyebabkan infeksi. Masalah lainnya adalah piercing gun ini sulit untuk disteril (misalkan menggunakan autoclave) karena bisa rusak kalau terkena panas berlebih. Selain itu piercing gun didesain untuk tenpat yang “normal” seperti lobe dan upper lobe, karena kalau digunakan ke lokasi lain (misalnya cartilage/tulang rawan bagian atas telinga dan hidung) beresiko bisa merusak jaringan di sekitarnya. Biasanya anting bawaan harus dilepas setelah 3 hari, kemudian diganti dengan anting baru berbahan emas/perak, dan saat melepasnya itu harus sangat cepat kalau tidak lubangnya bisa tertutup lagi.
Kira2 begini penampakan piercing gun :

Sumber : www.google.com


Metode tindik lain adalah menggunakan jarum. Jarum yang direkomendasikan adalh jarum berongga atau abocath (jarum infus). Jarum ini memiliki ujung yang sangat tajam, sehingga bisa membuka kulit tanpa memberikan trauma berlebih kepada kulit. Biasanya piercer profesional akan merekomendasikan abocath ini, karena lebih higienis dan sekali pakai. Tindik menggunakan abocath juga dapat meminimalisir terbentuknya keloid dan penyembuhannya lebih cepat. Selain itu lubang hasil tindikan akan lebih lurus dibandingkan menggunakan piercing gun.


Dulu waktu SMA saya ditindik menggunakan piercing gun, murah banget dulu cuma 30ribu untuk 2 lubang termasuk antingnya. Ga sakit juga, cuma kaget waktu ditembak dan panas nyut2an dikit. Tapi besoknya nyut2annya ga hilang, malah lubang tindikannya bengkak banget dan berair. Setelah 3 hari saya harus ganti anting, dan itu sakiiiitttt banget. Sejujurnya itu membuat saya trauma, sampai saya pernah berpikir beberapa kali untuk tindik ulang kali ini.
Setelah mendapatkan info kalau tindik menggunakan jarum direkomendasikan, dan menguatkan mental juga, saya langsung menuju counter D’Paris di IP untuk eksekusi. Ngobrol2 sebentar sama mbak nya, dan langsung deh saya deal untuk piercing di upper lobe. Oh iya, untuk harga piercing dengan jarum lebih mahal daripada menggunakan piercing gun ya, 120ribu untuk jarumnya saja, kalau antingnya 80ribu 1. Jadi total untuk tindik 1 lubang+anting itu 200ribu.
Kaya gini nih bentuk abocath nya :


Sumber : www.google.com

Qo bentuknya seperti jarum infus ya? Iya, abocath itu memang jarum untuk infus. Ukurannya ada bermacam2, tapi untuk piercing telinga umumnya memakai yang warna hijau (diameter 18 mm) atau warna abu (diameter 16 mm).
Prosesnya cepat banget. Pertama, saya memilih anting mana yang mau saya gunakan. Setelah itu saya mengisi formulir pernyataan bahwa saya siap untuk melakukan tindakan piercing dengan segala resikonya. Sambil saya mengisi formulir, si mbak mempersiapkan segalanya mulai dari membersihkan tangan menggunakan alkohol, mensterilkan anting yang akan saya pakai, dan mempersiapkan alat2 yang akan digunakan. Setelah itu si mbak memberikan tanda di bagian telinga yang akan ditindik. Setelah ok, telinga saya dibersihkan dengan alkohol dan disemprot semprotan dingin dan langsung deh di cus.


Bohong kalau bilang ga sakit, tapi sakitnya bisa ditolerir qo! Dari skala 1 sampai 10, paling di skala 2. Setelah itu sedikit nyut2an dan selesai. Ga ada rasa sakit yang mengganggu, berbeda jika tindik menggunakan piercing gun seperti sebelumnya.


Sedikit tips dari saya untuk kamu yang mau dipiercing :
1. Setelah di piercing, jangan lupa bersihkan luka tindikannya dengan air hangat yang dicampur garam sehari 2 kali, antingnya bisa diputar2 supaya bagian dalam tindikannya tidak lengket. Kalau saya kadang malas ke dapur, jadi saya bersihkan pakai air softlens, and it works loh!
2. Jangan sering2 memegang luka tindikan. Dan kalau kamu lagi memegang luka tindikannya, pastikan sudah cuci tangan dengan bersih ya.
3. Pastikan luka tindikan selalu kering. Kalau habis mandi dan kebasahan, dikeringkan pakai tissue bersih ya.
4. Selama seminggu pertama, tidur miring saja, jangan sampai telinga yang ditindik tertindih.


Sekarang sudah 2 minggu sejak tindikan di upper lobe kiri saya dan 1 minggu sejak tindikan di upper lobe kanan saya. Dan saya tidak merasa ada masalah dengan tindikan saya. Yang terpenting adalah after care nya, karena kalau after care nya tidak bersih, beresiko infeksi. Hiiii.......


Kalau disuruh milih, mau tindik dengan piercing gun atau jarum, kamu pilih yang mana hayo?

Senin, 02 Juli 2018

Operasi Gigi Bungsu Bius Total Pakai BPJS (part 2)

Maaf guys, part 1 nya kepanjangan, jadi saya pecah ke part 2 ya...
Untuk yang belum sempet baca part 1 nya, bisa dibaca di sini


Nah... setelah disuntik tes alergi dan tidak ada reaksi apa2 (duh inget sakitnya amit2 dehhh... padahal jarumnya tipis banget tapi sakitnya bikin pengen nendang2 orang deh!), saya dibawa masuk ke ruang operasi.
Saya udah pasrah, deg2an, ga karuan banget rasanya. Saya kira untuk operasi gigi hanya akan menggunakan kursi dokter gigi, ternyata seperti yang di film2. Komplit kaya operasi beneran! Yaaa... emang operasi beneran sih sebenarnya.. di dada saya dipasang alat cek denyut jantung yang seperti di film2 itu. Deg deg degggg......

Dokter anestesi menunjukkan 4 tabung suntikan besar. Asistennya memegang penutup hidung seperti alat oksigen itu loh. Saya masih ingat sempat menanyakan “itu obat apa aja dok?”
Dan setelah itu saya ga ingat apa2 lagi.........



Suara alat kedokteran yang bunyinya “tut tut tut” adalah suara yang pertama saya dengar ketika sadar.  Saya sadar jam 3 sore, dan operasinya selesai jam 1 siang. Berarti saya tidur nyenyak selama itu! Swear, tidur ternyenyak saya seumur hidup. Hahaha...
Saya belum benar2 sadar tapi saya bisa merasakan pipi saya bulat seperti baso. Ternyata mulut saya disumpal dengan banyak sekali kapas dan kasa untuk menahan darah. Saya ingin berbicara tapi tidak bisa karena tersumpal. Jadi saya cuma bisa nangis aja. Mau manggil suami dan orang tua  saya yang saya liat ada di depan ruang pemulihan aja ga bisa. Saya cuma bisa mukul2 kasur sambil nangis kaya di drama korea. Hahahhaa

Setelah saya dianggap stabil, saya dibawa lagi ke ruang rawat biasa. Mungkin karena pengaruh obat bius, rasanya saya teler banget dan saya tidur nyenyak sepanjang malam. Suami saya yang kerepotan membersihkan air liur saya waktu tidur, yang bukannya liur tapi darah yang keluar. Iyuhhhh... tapi thanks pisan suami! The best deh!

Oh iya ini penampakan gigi saya yang dicabut lewat operasi ini :



Saking tenggelam di bawah tulang, kata dokter tulang rahang saya dibor, lalu gigi saya dipotong kecil2, baru diambil 1 per 1. Ngebayanginnya aja udah ngilu yaaa...


Besoknya, sehari setelah operasi, dokter dari departemen bedah mulut datang pagi2 untuk bersihin mulut saya. Darah semuaaa... tapi beliau telaten banget. Saya masih bisa berbicara walau ga jelas kaya bayi baru belajar ngomong. Pipi saya bengkak, tapi kata dokter itu pipi saya akan lebih bengkak dalam 2-3 hari ke depan.
Setelah di cek hasil operasian dan kondisi saya, saya diperbolehkan untuk pulang hari itu. Tidak lupa saya diberikan obat2 dan wejangan2. Dan hore... saya boleh pulang!

Akhir kata, saya sangat berterima kasih untuk BPJS dan tim dari RSHS dengan pelayanannya yang sangat baik. Tidak ada kata diskriminasi untuk pasien BPJS. Memang prosesnya cukup panjang dan perlu kesabaran dan waktu, tapi itu semua terbayarkan dengan pelayanannya kok! Ketika mau pulang saya sempat melihat kwitansi biaya yang ditanggung oleh BPJS, dan total +/- 15juta ditanggung FULL oleh BPJS. Ini benar2 sangat membantu dan bermanfaat. Rasa lelah selama proses pengantrian sampai akhir rasanya hilang. Setelah saya hitung2, biaya yang saya keluarkan dari kantong pribadi itu hanya CBCT-scan yg opsional itu dan rontgen gigi di Pramita setelah cabut gigi di Elim, termasuk biaya transportasi ya. Sisanya gratissss... Terima kasih BPJS!


Sedikit tips dari saya :
1. Sabar! Saya beberapa kali hampir habis sabar loh. Tapi untung masih sabar, karena semuanya terbayarkan dengan sangat baik.
2. Puas2in makan enak sebelum operasi karena saya pribadi membutuhkan waktu hampir 1 bulan untuk bisa menikmati makan enak lagi.
3. Setelah operasi, kamu cuma bisa makan makanan yang dihaluskan. Saya waktu itu makan jus bubur kacang hijau. Kebayang kan bubur kacang hijau, terus di jus lagi biar halus. Atau susu Ensure juga recommended. Sabar2in selama seminggu yah! Dan pastikan jangan menggunakan sedotan karena gerakan menghisap bisa membuat jahitan operasi terbuka.
4. Seminggu setelah operasi, jahitan bisa dicabut ke dokter gigi di RSHS. Gratis juga kok:
5. Setelah jahitan dicabut, kamu bisa belajar makan padat pelan2. Tapi jangan terlalu dipaksakan yah, kasihan gigi dan gusinya! Hehehe
6. Sering2 kumur air hangat dan antiseptik, itu mempercepat penyembuhan.
7. Sebisa mungkin tahan sakitnya ya, jangan terlalu ketergantungan dengan obat penahan sakit karena efek sampingnya kurang bagus ke depannya.
8. Kalau saya karena dekat jalur syaraf, dagu saya baal/mati rasa setelah operasi. Dan sampai sekarang masih terasa sedikit baal. Perbanyak minum vitamin untuk kesehatan syaraf yah!
9. Ambil cuti/bed rest minimal 3 hari setelah operasi. Kalau saya pribadi sih 1 minggu karena efek obat bius yang dahsyat, saya sampai tidak bisa duduk atau berdiri lama2 selama 2 minggu pertama karena cepat pusing. Setelah itu saya merasa sedikit lemot selama +/- 1 bulanan. Hahaha


Dannn ini bonusnya... penampakan H+4!


Sama yang ditembem2in aja masih menang saya. Hahahaha! Padahal itu saya diem aja loh!

Operasi Gigi Bungsu Bius Total Pakai BPJS (part 1)

Siapa yang gigi bungsunya bermasalah? Ngacung!!!
Iya, saya salah satu orang yang memiliki masalah dengan gigi bungsu, sampai akhirnya saya bebas dari masalah pergigian ini di akhir tahun lalu! Horeeeee......
Dan lebih hore nya lagi, saya bebas dari masalah gigi bungsu ini GRATIS! Hore lagiii......

Jadi ceritanya, sekitar bulan Januari 2017 saya mulai mengeluh masalah gigi saya yang sedikit mengganggu ini (awalnya). Saya seringgg banget ngerasain yang namanya ngilu, kadang lagi minum air putih aja suka ngilu, tapi saya pikir waktu itu saya punya masalah gigi sensitif. Akhirnya berbekal kartu BPJS yang ga pernah dipakai (yeayyy perdana pakai!), saya mampir deh ke klinik Monalisa di Jln. Moh Ramdan bandung untuk nanya2 ke dokter gigi disana. Saya agak terpesona dengan pelayanan disini karena sama sekali tidak membeda2kan untuk pasien BPJS dan umum loh!
Disini saya dirujuk oleh dokternya untuk rontgen gigi di rumah sakit Immanuel, dan besoknya saya langsung meluncur ke rumah sakit untuk di rontgen, gratis ga pake lama karena antriannya sudah jauh lebih teratur dibandingkan dulu (ngeri kalau denger gosip2nya jaman dulu BPJS ngantrinya luar biasa) ✌️ Dan singkat cerita ternyata gigi bungsu saya tumbuhnya ga bagus sehingga bikin ngilu. Solusinya? Dicabut alias dibedah karena posisi gigi yang tertidur nyenyak di dalam gusi. Dan jawaban saya waktu itu? Big NO, Dok... ga punya nyaliiii... lagian tidak terlalu mengganggu qo sebenernyaaa (ngeles).....


Beberapa bulan kemudian tepatnya bulan Juni 2017, tiba2 mulut saya ga bisa dibuka sama sekali. Iya, mingkem aja! Kalau dibuka sakitnyaaaa luar biasa, padahal malam sebelumnya masih normal2 aja. Saya pikir saya panas dalam. Langsung deh minum segala senjata yang bisa diminum, mulai dari cap kaki saingannya badak sampai lohankuo yang katanya manjur untuk panas dalam. Dan 3 hari kemudian... tidak ada efeknya saudara2! Berhubung kerjaan saya itu diharuskan ngomong terus seharian, saya jadi hobi marah2 ga jelas. Sakitnya bikin keki deh!
Menyerah, sesuai anjuran baginda raja alias papah tercinta, sore itu saya konsultasi ke dokter gigi di klinik Elim. Ga pake BPJS, udah pengen cepet2 sembuh aja soalnya. Terserah dokter deh mau kasih obat apa juga yang penting saya saya bisa mangap bebas lagi.

Dokter : sambil cek ricek mulut yang dipaksa mangap “wah ini dinding mulutnya merah. Bisa jadi dari gigi bungsu nih. Di rontgen ya!”
Saya : nunjukin hasil rontgen waktu Januari sambil tetep mangap maksimal (yang tetep mentok cuma bisa 1 jari)
Dokter : “kalau saya lihat ini gigi bungsu kamu impaksi. Tapi ini hasil rontgen awal tahun ya, masih bisa dipakai sih. Tapi tetep aja gigi kamu harus dicabut karena posisinya mengganggu.”
Saya : muka pucat. Ngeri ngebayanginnya. Saya paling takut dicabut giginya, Dok!
Dokter : “saya kasih antibiotik dulu ya seminggu. Minggu depan kontrol lagi. Ini untuk gigi bungsu yang kiri atas udah nongol sih seharusnya bisa dicabut biasa.”
Dan seminggu kemudian, gigi bungsu saya yang kiri atas bisa dicabut biasa dan menyisakan 3 gigi bungsu lagi yang harus segera dicabut....


Tanya sana tanya sini, konsul sana konsul sini, jawaban semua dokter gigi tetap pada vonis sisa 3 gigi saya harus dicabut. Tidak ada tawar menawar lagi! Karena posisinya gini nih (rontgen ulang setelah dicabut giginya) :


See? 2 gigi bungsu saya yang di bawah posisinya tidur cantik... bukan cuma dalem gusi aja, tapi udah di dalem tulang dan hampir menyentuh jalur syaraf (garis putih di bawah gigi tidur). Sooo....???

Setelah tanya2 ke rumah sakit swasta, biayanya mahal aja yah, 20juta untuk operasinya aja, belum termasuk rawat inap dan obatnya. Nyesekkk... Akhirnya saya putuskan untuk coba pakai BPJS aja deh!


Faskes tingkat 1 :
Jadi pertama2 saya datang ke Faskes tingkat 1, yaitu klinik Monalisa. Setelah di cek giginya dan lihat hasil rontgennya, saya dirujuk ke Faskes tingkat 2 yaitu RSGM Jln Riau. Oh iya, surat rujukan dari 
Faskes tingkat 1 hanya berlaku 1 bulan yah! Kalau lewat 1 bulan, harus minta surat rujukan lagi alias memulai step dari awal lagi.


Faskes tingkat 2 :
Pagi2 saya udah nangkring di RSGM Riau. Jam 8 teng dan ternyata saya kehabisan nomor antrian! Hiks... jadi ternyata untuk dokter bedah mulut hanya dijatah sekitar 20-30 nomor antrian saja per harinya. Akhirnya besoknya, si suami bela2in jam 5.30 pagi  nangkring di RSGM untuk ambil nomor antrian sedangkan saya masih bobo cantik. Hahaha
Jam 8 pagi saya baru deh nongol di RSGM untuk registrasi ulang dan ngantri dokternya. Nunggu sekitar 1,5 jam dan akhirnya saya dipanggil juga. Dan ternyata masalah gigi saya masih tidak bisa ditangani di RSGM donkkk... jadi saya dirujuk lagi ke Faskes tingkat 3 yaitu Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS).


Faskes tingkat 3 :
Mau pengobatan dengan BPJS memang harus perjuangan ekstra.
Pagi2 sekitar bulan Agustus 2017, saya ngantri untuk konsultasi dulu dengan dokter gigi di RSHS. Karena ini pertama kalinya saya ke RSHS jadi saya tidak ada nomor rekam medisnya, alhasil terpaksa saya ambil nomor antrian manual untuk pendaftaran. Nah kalau kita sudah punya nomor rekam medis, kita bisa ambil nomor antrian secara online di aplikasinya, bisa didownload di hape kamu! (Nada iklan)
Cek ricek dengan dokter gigi di sana, akhirnya saya dibuatkan surat rujukan untuk melakukan tes lanjutan karena 3 gigi bungsu saya akan dibuang sekaligus. Iya, sekaligus. Bius total! Syok? Pasti. Tapi setelah dipikir2 lagi lebih baik sakit sekaligus daripada tiap bulan selama 3 bulan harus sakit gigi terus karena giginya dicabut 1 per 1. Hehehe...

Besok2nya saya isi hari2 saya dengan mengantri. Walau udah ambil nomor antrian secara online, tetap saja harus ngantri, walau tidak seheboh kalau kita ambil nomor antrian secara manual yang bisa dapat nomor ratus2an bahkan ribuan. Untungnya kantor saya pengertian banget, daripada karyawannya ini ngoceh terus sakit gigi kali yah! Hehehehe.....

Pertama2 saya diharuskan CBCT-scan dulu karena dari hasil rontgen ada massa yang mencurigakan takutnya tumor. Sejujurnya saya agak ciut waktu itu, karena parno duluan denger kata tumor. Proses CbCT-scan itu sendiri saya lakukan di RSGM Unpad karena waktu itu alatnya di RSHS sedang rusak. Untuk CBCT-scan ini memang tidak ditanggung BPJS, tapi ga mahal kok. Ga nyampe 300ribu. Dan sebenarnya ini opsional karena tidak semua yang akan dioperasi gigi harus melakukan prosedur ini.
Hasil CBCT-scan keluar 1 minggu kemudian dan puji Tuhan massa tersebut cuma sinus. Horeee.....

Setelah itu besoknya saya diharuskan foto rontgen thorax dan tes darah. Semuanya dilakukan di RSHS dan tentunya ditanggung BPJS. Hore lagiiii.....

Setelah hasil rontgen thorax dan tes darah selesai (hasilnya baru keluar besoknya), saya dirujuk untuk menemui dokter ahli penyakit dalam dan dokter anestesi. Mereka yang akan meng-acc apakah saya boleh melakukan operasi atau tidak, karena bius total sehingga harus lebih selektif. Dan puji Tuhan saya di acc untuk lanjut operasi.

Setelah di acc, saya langsung mendatangi departemen bedah mulut untuk dilakukan penjadwalan operasi. Dan karena H-2 sebelum operasi sudah harus masuk rumah sakit (untuk memastikan kondisi pasien siap dan stabil) dan H+1 baru bisa pulang, saya memilih jadwal di awal minggu. Jadi saya merencanakan untuk masuk rumah sakit di hari Senin untuk operasi hari Rabu, hari Kamis pulang, dan Jumat-Sabtu-Minggu bed rest di rumah. Maksudnya biar cuti kantornya seminggu aja gitu... dan akhirnya saya dijadwalkan untuk operasi 1 bulan kemudian, yaitu pada tanggal 27 September 2017. Jadi saya harus masuk rumah sakit dari tanggal 25 September supaya operasi bisa berjalan sesuai jadwal.


Tanggal 25 September 2017....
Hari ini jadwalnya saya masuk rumah sakit! Setelah dengan sukarela menawarkan diri aendiri untuk masuk rumah sakit, ternyata kamarnya masih full dan saya baru akan mendapat kamar besoknya. Waduh udah gundah gulana aja deh rasanya. Untungnya dokter2 dari departemen bedah mulut bener2 membantu banget. Mereka membantu saya untuk segera masuk kamar pada hari Selasa tanggal 26 September karena saya harus dioperasi tanggal 27nya, kalau tidak saya terpaksa harus reschedule jadwal operasinya. Terharu deh, padahal saya cuma pasien BPJS loh....

Dan akhirnya saya masuk kamar tanggal 26 nya, mundur sehari dari rencana. Tapi puji Tuhan jadwal operasi saya tetap di tanggal 27 nya karena kondisi saya fit.
Saya menginap di gedung Kemuning kelas 2, ruangannya bersih dan tidak sehoror yang saya bayangkan sebelumnya. Suster2nya juga ramah2. Benar2 tidak dibedakan deh walau saya pasien BPJS! (Senanggg)
Setiap jam tekanan darah dan suhu badan saya diperiksa. Malam harinya saya didatangi oleh dokter anestesi untuk menginfokan bahwa beliau yang akan bertugas selama saya di bawah pemgaruh obat bius sampai sadar lagi. Saya diharuskan puasa dari jam 12 malam karena saya akan operasi pada jam 11 siang besoknya. Saya diberikan 2 macam obat yang harus diminum dengan air sesedikit mungkin. Selain itu saya wajib tidur dengan nyenyak malam sebelum operasi, jdi saya dikasih semacam obat penenang. Ok sip Dok!
Oh iya, tidak lupa tim dokter dari departemen bedah mulut donk. Mereka yang selalu nongol memberi saya info mengenai operasi saya, efek sampingnya, dan mereka juga yang hobi mengontrol tekanan darah saya selain suster. Yeayyy!

Pagi2 jam 4 subuh saya dibangunkan suster untuk mandi menggunakan sabun khusus anti bakteri sebelum operasi. Setelah itu saya dipasangkan infus (iya, dari kemarin saya belum diinfus tapi tidur di rumah sakit!). 1 jam sebelum operasi saya dijemput oleh dokter dari departemen bedah mulut menuju ruang operasi.

Sebelum masuk ruang operasi, saya dikarantina di ruangan depan ruang operasi itu. Saya sudah psrah dengan menggunakan pakaian khusus (tanpa dalaman kecuali celana dalam dan rasanya aneh banget).
Tiba2 seorang suster datang membawa suntikan yang katanya suntikn untuk tes alergi. Cussss... lengan saya disuntik dan rasanya wow! Suntikan tersakit yang pernah ada. Ciyus, ga lebay, beneran deh! Ditunggu 15 menit, ga ada reaksi alergi, dan saya siap dibawa ke dalam ruang operasi...


Berlanjut ke part 2